Dinilai Cuma “Omon Omon” Kinerja Walikota Pekanbaru Dipertanyakan, BALAPATISIA Gelar Aksi Damai Di Depan Kantor DPRD Pekanbaru

BALAPATISIA: Jelang 100 Hari Kerja Wako dan Wawako Pekanbaru Setelah Dilantik, Permasalahan Jalan Rusak, Banjir, dan Sampah Masih Banyak “

Mentengnews.comPekanbaru :

Barisan Lantang Aktivis Indonesia (BALAPATISIA) kembali turun ke jalan dalam Aksi Jilid 2 yang digelar di depan Gedung DPRD Kota Pekanbaru, Kamis (15/5/2025).

Puluhan massa dengan penuh semangat menyuarakan sederet persoalan yang tak kunjung terselesaikan di Kota Pekanbaru, mulai dari tumpukan sampah, banjir kronis, jalan berlubang, carut-marut kebijakan parkir hingga persoalan tunda bayar yang mencekik pengusaha lokal.

“Hari ini kami kembali datang, membawa tuntutan yang sama seperti Aksi Jilid 1 lalu. Karena hingga kini belum ada langkah nyata dari DPRD maupun Pemerintah Kota Pekanbaru,” tegas Cep Permana Galih, Koordinator Lapangan BALAPATISIA dalam orasinya yang menggema di halaman kantor DPRD.

Dalam aksinya, Mereka menilai DPRD Pekanbaru, khususnya Komisi IV, tidak menjalankan fungsinya secara maksimal dalam mengawasi kinerja Pemerintah Kota dan perusahaan pengangkut sampah pihak ketiga.

“Kami minta Komisi IV DPRD segera memanggil Wali Kota Pekanbaru dan perusahaan pengangkut sampah. Sampah makin menumpuk di mana-mana, baunya menyengat, masyarakat menderita, tapi DPRD diam saja. Jangan jadi wakil pengkhianat rakyat! Kalian digaji dari uang rakyat, jangan cuma sibuk upacara dan potong pita!” seru Cep dengan nada tinggi.

BALAPATISIA juga menyorot benturan antara Perda Nomor 1 Tahun 2024 tentang tarif parkir dan Peraturan Wali Kota (Perwako) Nomor 2 Tahun 2025 yang dinilai tidak sinkron. Akibatnya, masyarakat kebingungan dan menjadi korban dari kebijakan yang tumpang tindih.

Ia menyebut kebijakan saat ini hanya menguntungkan oknum-oknum tertentu dan memperkaya kantong pribadi, bukan untuk pelayanan publik ataupun masyarakat.

“Kalau Perda dan Perwako saling tabrak, jangan rakyat yang dibebani. Kami minta gratiskan seluruh parkiran di Kota Pekanbaru sampai regulasi diperbaiki!” lanjut Cep.

Dalam aksinya, massa juga menyinggung kerusakan jalan yang bertahun-tahun tak kunjung diperbaiki. Mereka menuntut Wali Kota Agung Nugroho segera turun ke lapangan dan melihat langsung penderitaan rakyat di jalan-jalan rusak yang mengancam keselamatan warga.

“Jalan-jalan di Kota Pekanbaru penuh lubang, seperti kubangan kerbau! Musim hujan sedikit, banjir. Ini bukan kota metropolitan, ini kota darurat! Wali kota seakan menutup mata,” kritik salah seorang peserta aksi.

Tak hanya itu, massa juga menyuarakan persoalan utang tunda bayar Pemerintah Kota Pekanbaru kepada pihak ketiga yang disebut mencapai lebih dari Rp 400 miliar, akumulasi dari tahun 2017 hingga 2022, ditambah lagi tunda bayar tahun anggaran 2024. BALAPATISIA menyebut bahwa kondisi ini telah mematikan ekonomi para kontraktor dan pengusaha lokal.

“Ini bukan angka kecil! Ada pengusaha yang harus jual rumah, gadai aset, sampai gulung tikar karena pekerjaan mereka tidak dibayar. Apa wali kota bisa tidur nyenyak dengan melihat rakyatnya bangkrut akibat janji dan kontrak yang tidak ditepati?” ungkap Cep Permana Galih.

Ia menegaskan bahwa para pengusaha tidak sedang meminta belas kasihan, melainkan menagih hak atas pekerjaan yang sudah selesai.

“Jangan sampai ada yang bunuh diri karena putus asa menunggu pembayaran. Ini bukan drama, ini kenyataan!,” tambahnya.

BALAPATISIA memperingatkan bahwa jika dalam waktu dekat tidak ada langkah dari DPRD maupun Wali Kota Pekanbaru, maka Aksi Jilid 3 dan aksi lanjutan dengan eskalasi lebih besar akan digelar.

“Ini baru permulaan. Jika aspirasi ini terus diabaikan, kami akan datang dengan massa lebih besar. Bukan hanya di DPRD, tapi ke kantor Wali Kota, Dinas PU, bahkan ke istana negara jika perlu,” tegas Cep.

Dalam penutup aksinya, BALAPATISIA menegaskan bahwa suara rakyat tidak boleh dibungkam. Mereka hadir bukan untuk mencari sensasi, tetapi karena sudah terlalu lama ditelantarkan oleh para pemangku kebijakan.

“Kami bukan musuh pemerintah. Tapi kami adalah suara yang mewakili jeritan mereka yang selama ini tak didengar. Jika pemerintah tuli, maka kami akan terus berteriak,” pungkas Cep.

(Sumber : Rls/BALAPATISIA)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *