Mentengnews.com – Duri:
Aktivitas tambang pasir yang diduga ilegal kembali menggeliat di Kecamatan Bathin Solapan, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Lebih dari sekadar mencuat, aktivitas ini kini berlangsung bebas, terang-terangan, dan nyaris tanpa hambatan—seolah hukum kehilangan taring di hadapan kepentingan tambang.
Pantauan Mentengnews.com di lapangan mengungkap fakta mencengangkan: sejumlah titik tambang aktif beroperasi tak jauh dari permukiman warga. Truk-truk pengangkut pasir melaju tanpa jeda, siang dan malam, seakan jalanan umum adalah milik mereka. Ironisnya, semua itu terjadi di bawah hidung aparat, yang justru terkesan menutup mata.
Foto-foto dari lokasi menampilkan pemandangan muram: tanah menganga bekas galian, genangan air hijau pekat, dan lingkungan yang semakin kumuh. Inilah warisan dari galian C liar yang tak tersentuh tindakan nyata.
Yang membuat hati semakin miris, belum genap sebulan lalu seorang anak perempuan dikabarkan tenggelam di salah satu kolam bekas galian pasir di wilayah ini. Tragedi yang seharusnya menjadi alarm keras bagi semua pihak. Tapi kenyataannya, tambang tetap hidup. Alat berat tetap berdentum. Tidak ada garis polisi, tidak ada penyegelan, tidak ada yang berubah—seolah nyawa anak kecil itu tidak berarti apa-apa.
Seorang warga yang memilih bungkam identitasnya mengungkapkan keresahan yang selama ini ditelan diam.
> “Truk pasir lewat terus setiap hari, bikin jalan rusak, berdebu, dan bising. Tapi anehnya, tetap saja dibiarkan. Sudah lama begini, tak ada tindakan apa-apa,” keluhnya.
Lebih mencengangkan lagi, sebuah surat tugas penyelidikan dari institusi kepolisian diketahui telah beredar. Surat itu semestinya menjadi peluit tanda bahaya, dasar kuat untuk bergerak. Tapi apa yang terjadi? Nihil aksi. Tambang masih hidup, alat berat tetap bekerja, dan suara mesin terus menderu.
Lalu pertanyaannya: jika sudah tahu, mengapa tak diberhentikan? Apakah penegakan hukum sedang diparkir? Atau… sedang dinegosiasi?
Kondisi ini memunculkan tanya besar dari publik: di mana keberanian aparat? Apakah hukum kini hanya tajam ke bawah, tumpul ke atas? Jangan sampai penegakan hukum hanya menjadi sandiwara di atas penderitaan rakyat.
Jika terus dibiarkan, maka bukan hanya lingkungan yang rusak, tapi juga kepercayaan masyarakat yang perlahan habis terkikis. Dan lebih buruk lagi: berapa lagi nyawa harus melayang agar aparat akhirnya membuka mata?
(GuL””)