Didampingi Kuasa Hukum Akan Tempuh Jalur Hukum, Oknum Wartawan Terancam Pasal 310 & 311 KUHP serta UU Pers No. 40/1999!

Hukum & Kriminal1592 Dilihat

Mentengnews.comRokan Hilir:

Transparansi & Investigasi Khusus Tim Media Nasional.
Gelombang kegeraman publik kembali menyeruak dari Tanah Putih, Kabupaten Rokan Hilir, Riau. Sebuah pemberitaan yang diterbitkan di salah satu media online berjudul “SPBU Tanah Putih Rokan Hilir, Riau, Kuota Subsidi Dijadikan Kebutuhan Industri” kini berbalik arah — bukan membuka fakta, tapi justru menelanjangi bobroknya etika profesi seorang oknum wartawan.

Bukan tanpa sebab. Berita yang disiarkan pada 28 Oktober 2025 itu dinilai sepihak, tidak berimbang, tanpa konfirmasi, dan sarat opini tendensius. Lebih parah lagi, foto yang ditampilkan dalam pemberitaan tersebut tidak memiliki titik koordinat, waktu, maupun lokasi otentik yang dapat dipertanggungjawabkan secara jurnalistik.

Pihak yang dirugikan, yakni manajemen SPBU Bukit Timah Tanah Putih, melalui pendamping hukumnya, Ahmadi, S.H., menyampaikan sikap tegas dalam konferensi pers di Pekanbaru, Rabu (29/10/2025).

> “Kami menilai pemberitaan tersebut tidak sesuai dengan fakta dan tanpa ada upaya konfirmasi resmi kepada klien kami. Foto yang digunakan pun tidak menunjukkan bukti otentik lapangan. Ini bentuk pelanggaran kode etik jurnalistik yang nyata,” tegas Ahmadi, S.H., di hadapan sejumlah wartawan.

Lebih jauh, ia menegaskan bahwa kliennya akan menempuh jalur hukum, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, dan tegas keras tajam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terkait pencemaran nama baik dan pemberitaan bohong.

Ahmadi menambahkan, setiap karya jurnalistik wajib melalui tahapan verifikasi, konfirmasi, dan klarifikasi dua arah. Namun, dalam kasus ini, sang oknum wartawan diduga tidak pernah melakukan konfirmasi langsung ke lokasi maupun kepada pihak SPBU terkait.

> “Kami akan melaporkan tindakan ini ke Dewan Pers dan mempertimbangkan langkah hukum pidana apabila tidak ada itikad baik dari pihak media tersebut,” ujar Ahmadi.

Ia juga menyayangkan cara pemberitaan yang terkesan menggiring opini publik tanpa dasar kuat.

> “Jika wartawan bisa seenaknya menulis tanpa data dan konfirmasi, maka profesi mulia ini akan kehilangan marwah dan kepercayaan masyarakat,” tegasnya.

Faktanya, Pertamina Patra Niaga Regional Sumatera Bagian Utara dan Badan Pengatur Hilir Migas (BPH Migas) terus melakukan pengawasan langsung terhadap seluruh SPBU ritel, termasuk di Rokan Hilir.
Setiap transaksi kini terpantau melalui sistem digitalisasi QR Code, CCTV, dan pelaporan harian, sehingga sangat kecil kemungkinan adanya “kegiatan industri” ilegal seperti yang dituduhkan media tersebut.

Artinya, pemberitaan yang dimuat di salah satu media online tidak hanya mencoreng nama baik SPBU Bukit Timah, tetapi juga menyesatkan publik dan mencederai kerja keras aparat pengawas energi negara.

Kuasa hukum memastikan, laporan resmi ke aparat penegak hukum akan segera dilayangkan dalam waktu dekat.
Langkah ini sekaligus menjadi peringatan keras bagi media atau individu yang bersembunyi di balik kartu pers untuk menyerang pihak lain dengan berita pesanan, fitnah, dan hoaks.

> “Kami tidak anti kritik, tapi kami menolak fitnah. Kami siap buka semua data resmi dan bukti digital yang membuktikan SPBU kami beroperasi sesuai aturan Pertamina dan BPH Migas,” tegas perwakilan manajemen SPBU Bukit Timah.

Kasus ini menjadi tamparan keras bagi dunia pers lokal dan nasional. Ketika masih ada oknum wartawan yang menulis berdasarkan asumsi dan gosip, tanpa verifikasi, maka kepercayaan publik terhadap media bisa runtuh.

Dunia jurnalistik membutuhkan ketajaman, keberanian, dan tanggung jawab moral — bukan kepalsuan dan kepentingan gelap.
Dan sebagaimana ditegaskan dalam Kode Etik Jurnalistik Pasal 3:

> “Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampuradukkan fakta dan opini yang menghakimi.”

Sayangnya, oknum yang satu ini tampaknya telah melupakan sumpah profesinya sendiri.

Pihak yang dirugikan kini bersiap mengambil langkah hukum nyata — bukan sekadar klarifikasi.
Publik menunggu apakah Oknum wartawan tersebut berani mempertanggungjawabkan isi beritanya di depan hukum, atau justru bersembunyi di balik alasan klasik: “hak jawab”.

Satu hal pasti — kebebasan pers tidak berarti bebas memfitnah.
Dan keberanian media sejati bukan diukur dari sensasi, tapi dari integritas.

(RED)

banner 500x130

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *