Live TikTok: Pasangan Diduga Selingkuh Bangga Penjarakan Ibu Rumah Tangga yang Dikambinghitamkan, Dilaporkan Wanita Diduga Pelakor

Hukum & Kriminal2629 Dilihat

Mentengnews.comPekanbaru:

Penanganan perkara dugaan pelanggaran Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang menyeret nama seorang ibu rumah tangga berinisial M kini memasuki babak baru setelah sejumlah rekaman, dokumen internal, serta kesaksian pihak-pihak terkait kembali menguatkan adanya dugaan kejanggalan dalam proses hukum yang tengah bergulir.

Perkara ini bermula dari hubungan kedekatan antara E dan W ini berubah menjadi persoalan hukum yang kompleks setelah M tiba-tiba muncul sebagai pihak yang diseret dalam proses pelaporan yang disebut-sebut dilakukan secara terburu-buru dan tidak memenuhi sejumlah prosedur standar.

Proses penanganan aparat kepolisian dalam hal ini jajaran Polda Riau, sejak awal hingga kini menyisakan tanda tanya besar.

Kejanggalan terlihat jelas saat tim media ini melakukan konfirmasi resmi kepada E pada Sabtu malam, 15 November 2025. Dalam rekaman live TikTok, W memanggil E “sayang” sambil menyebut seseorang “sudah ditahan.” E menjawab singkat bahwa live tersebut “tidak menyinggung perkara di Polda Riau.”

Saat dikonfirmasi mengenai rekaman lain yang menyebut E pernah berkata “sudah keluar 60 jutaan untuk bayar polisi,” E membantah, menuntut nama sumber, dan mengancam melaporkan balik atas dugaan fitnah. Sikap defensif ini menimbulkan pertanyaan serius, mengingat konfirmasi adalah prosedur standar jurnalistik.

Keesokan harinya, seorang perempuan tak dikenal mengaku wartawati menghubungi anggota tim media ini. Ia mengaku diminta E mencari tahu siapa yang mengonfirmasi dirinya, namun tampak tidak memahami substansi kasus, salah menyebut fakta, dan menyudutkan wartawan tim dengan nada merendahkan.

Dugaan kuat muncul adanya upaya memetakan gerak media, intervensi informasi, dan kontrol narasi untuk meredam pemberitaan yang tidak sesuai kepentingan E, W, dan L.

Di tengah hiruk-pikuk itu, M—yang bukan bagian dari konflik E, L, dan W—justru menjadi pihak paling menderita. M ditangkap pada 26 September 2025 melalui modus chat palsu mengaku kurir COD Shopee, enam orang, sebagian polwan, menyerbu rumahnya, merampas HP, memaksa membuka TikTok, dan nyaris membawa dua balitanya ke kantor polisi. Selama pemeriksaan, M diperlakukan merendahkan, dipanggil “bodoh”, dan barang bukti yang digunakan adalah ponsel pinjaman, bukan miliknya.

Rangkaian penyimpangan prosedur—modus penangkapan, penyitaan barang bukti tidak jelas, tekanan verbal, hingga upaya membawa balita—harus menjadi perhatian serius Propam dan Kapolda Riau Irjen Heri Irawan, namun hingga kini belum ada klarifikasi resmi terkait SOP maupun alasan tindakan aparat terhadap M.

Rekaman live TikTok W yang diduga menampilkan suara E memunculkan pertanyaan lebih besar. Ucapan seperti “tinggal dua orang lagi menunggu dijemput”, “10 tahun cuk di tangan”, “ngiu-ngiu sudah siap”, hingga “akhirnya masuk juga monyet itu”, disertai cemoohan terhadap profesi pengacara, memperlihatkan sikap yang tidak pantas.

Jika rekaman terbukti asli, ini bukan sekadar ketidaksopanan, melainkan pamer kuasa dan upaya membentuk opini publik terkait proses penyidikan.

Keterlibatan W, hubungan personalnya dengan E, konflik antara E dan L, serta laporan yang menyeret M membentuk pola kriminalisasi yang memakan korban tak bersalah. Sikap defensif E, munculnya “wartawan dadakan”, dan nada intimidatif terhadap tim media memperkuat dugaan adanya pengaturan narasi untuk menutupi konflik mereka.

Tim media dan masyarakat mendesak Polda Riau membuka ulang proses penangkapan M secara transparan. Rekaman live TikTok wajib diuji melalui digital forensik, dan dugaan pelanggaran prosedur harus diperiksa Propam. M adalah korban yang terseret intrik, emosi, dan manuver komunikasi pihak yang memiliki akses mengatur narasi.

Kasus ini bukan sekadar laporan ITE. Ini ujian apakah penegakan hukum di Riau berdiri di atas keadilan atau tunduk pada tekanan, relasi, dan permainan naratif yang merugikan pihak tak bersalah. M dan dua balitanya berhak keadilan, dan publik berhak mengetahui kebenaran tanpa manipulasi.

(Rls/Tim)

banner 500x130

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *