Mentengnews.com – Sumbar:
Pasca Bencana Alam yang menyisakan duka yang mendalam bagi seluruh masyarakat Indonesia khususnya masyarakat Sumbar yang terdampak bencana air badang, longsor, dan Galodo, beberapa waktu yang lalu, kini masyarakat mendesak Aparat Penegak Hukum segera menetapkan tersangka bagi para pelaku Pengrusakan/ penebangan pohon yang mengakibatkan bencana alam di Sumbar. Minggu (14/12/2025)
Jauh sebelum bencana ini terjadi, beberapa awak media sempat memberitakan aktivitas penebangan hutan di wilayah Sumbar tepatnya dibeberapa titik di wilayah Jl. Padang – Suria di Kecamatan Lembah Gumanti, Danau Kembar, Kabupaten Solok, Sumatera Barat, namun sampai saat ini para pelaku belum juga ditetapkan sebagai tersangka padahal dampak dari penebangan yang diduga ilegal tersebut berdampak terjadinya bencana bahkan korban jiwa.
Dari informasi yang didapat oleh warga setempat yang enggan disebutkan namanya menyebutkan bahwa ada nama besar/ tokoh masyarakat didaerah sumber yang berada dibalik penebangan hutan di dua wilayah aktivitas penerbangan hutan, yang pertama, di Jl. padang – Suria di Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok, dan yang kedua di Jl. padang – Suria di Kecamatan Danau Kembar, Kabupaten Solok, Sumatera Barat.
“Nama tersebut Berinisial Bd.S atau Bd.G, diduga mereka bos dari aktivitas penebangan hutan di wilayah tersebut, dan aktivitas nya sampai saat ini belum tersentuh oleh Aparat Penegak Hukum”, kata warga.
Warga juga menuturkan bahwa Inisial Bd.S, mempunyai lahan seluas hampir 70 ribu Hektar, luas tersebut kalau dilakukan penebangan hutan tentunya akan berdampak pada kerusakan lingkungan yang sangat parah, terbukti bencana alam dahsyat terjadi di Sumbar dengan membawa gelondongan kayu bulat ukuran besar bekas di sinso atau digergaji.
Saat dikonfirmasi Bd.S, beberapa waktu yang lalu melalui via chat WhatsApp nya yang bernomor 0813-6333-0xxx, dirinya membantah atas apa yang dituduhkan kepada dirinya, inisial Bd.S, membenarkan aktivitas penebangan hutan yang dilakukan oleh nya, akan tetapi dirinya mengklaim bahwa aktivitas penebangan hutan yang dilakukan nya sudah memiliki ijin resmi dari pihak terkait dan legal.
Selanjutnya, saat awak media ingin melakukan klarifikasi terhadap BD.S, namun Bd.S, menolak klarifikasi, dan BD.S., malah mengancam awak media melalui Via chat WhatsApp nya yang mengatakan,,”
Saya mau berita dihapus, dan akan melaporkan awak media dengan melakukan pencemaran nama baik, karena dia mengatakan aktivitas yang dilakukan oleh nya legal bukan ilegal”.
Hal ini tentunya bertolak belakang dengan apa yang dikatakannya oleh Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni yang memberikan pernyataan tegas terkait izin penebangan hutan di Sumatera Barat (Sumbar) dan wilayah Sumatera lainnya sebagai respons atas bencana ekologis (banjir dan longsor) yang terjadi pada akhir tahun 2025.
Berikut adalah poin-poin utama pernyataan Menteri Kehutanan per Desember 2025:
1. Menteri Kehutanan menegaskan bahwa sejak dilantik hingga Desember 2025, ia tidak pernah menerbitkan satu pun izin penebangan baru atau Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) untuk penebangan. Hal ini dilakukan sebagai langkah menjaga kelestarian hutan dan mencegah kerusakan lingkungan lebih lanjut.
2. Pencabutan Izin 20 Perusahaan di Sumatera
Menhut mengumumkan rencana untuk mencabut izin pengelolaan hutan milik 20 perusahaan yang menguasai lahan sekitar 750.000 hektare. Perusahaan-perusahaan ini tersebar di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
3. Penindakan Pembalakan Liar (Illegal Logging)
4. Pemerintah saat ini juga tengah memberlakukan moratorium (penghentian sementara) izin baru untuk pemanfaatan hutan tanaman dan hutan alam guna melakukan evaluasi menyeluruh terhadap tata kelola kehutanan di Indonesia.
Hal senada juga dikatakan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang telah memberikan pernyataan tegas terkait dugaan pembalakan liar (illegal logging) di wilayah Sumatera, termasuk Sumatera Barat (Sumbar), menyusul temuan kayu gelondongan pasca-banjir besar di akhir tahun 2025.
Berikut adalah poin-poin utama pernyataan dan tindakan Kapolri terkait isu tersebut:
1. Pembentukan Satgas Gabungan Anti-Mafia Kayu
Pada Desember 2025, Kapolri bersama Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni resmi membentuk Satgas Gabungan untuk menyelidiki aktivitas penebangan hutan ilegal dari hulu ke hilir. Tim ini ditugaskan untuk mengusut tuntas penyebab banjir bandang di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat yang diduga diperparah oleh rusaknya hutan lindung.
2. Kapolri menegaskan bahwa Polri akan melakukan pendalaman menyeluruh terhadap seluruh izin penebangan yang ada.
Investigasi Izin: Menhut telah menyatakan akan mencabut sekitar 20 izin Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) yang terindikasi melanggar di area terdampak banjir Sumatera.
Tindakan Tegas: Kapolri memberikan ultimatum untuk mengejar mafia kayu hingga tuntas dan tidak segan mengambil tindakan hukum jika ditemukan pelanggaran, meskipun ada indikasi keterlibatan oknum tertentu.
3. Penetapan Tersangka
Sumatera Barat: Penyelidikan di Sumbar terus berjalan intensif oleh tim Dittipidter Bareskrim Polri untuk mengidentifikasi aktor intelektual di balik kerusakan hutan di wilayah tersebut.
4. Kapolri menyampaikan komitmennya untuk memulihkan fungsi hutan guna mencegah bencana serupa di masa depan. Masyarakat juga diminta untuk mendukung langkah tegas Polri dalam membongkar praktik mafia pembalak liar yang telah merugikan lingkungan dan nyawa warga.
Presiden Prabowo Subianto secara tegas memberikan instruksi terkait pengelolaan hutan di wilayah terdampak bencana, termasuk Sumatera Barat (Sumbar), Aceh, dan Sumatera Utara. Fokus utama Presiden adalah penertiban pembalakan liar dan peninjauan ulang izin pengelolaan hutan yang dinilai memperburuk dampak bencana alam.
Berikut adalah poin-poin utama dari pernyataan Presiden Prabowo:
1. Penertiban Pembalakan Liar (Ilegal Logging)
2. Instruksi Pencabutan Izin 20 Perusahaan
Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni menyatakan telah mendapatkan restu langsung dari Presiden Prabowo untuk mencabut izin sekitar 20 perusahaan pengelola hutan (Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan/PBPH).
Total Luas Lahan: Mencakup sekitar 750.000 hektar.
3. Perintah kepada Pemerintah Daerah
4. Peringatan Terhadap Oknum
Presiden memperingatkan agar tidak ada pihak atau oknum yang mencoba mengambil keuntungan pribadi dari kondisi hutan yang rusak di tengah penderitaan warga akibat bencana. Beliau menegaskan bahwa pemerintah akan lebih selektif dan berhati-hati dalam menerbitkan izin pemanfaatan hutan baru di masa mendatang.
Catatan Redaksi:
Tingginya hukuman bagi pelaku kejahatan illegal logging seperti yang dituangkan pada pasal 19 Huruf A dan atau B Juncto Pasal 94 Ayat 1 Huruf a dan atau Pasal 12 Huruf E Juncto Pasal 83 Ayat 1 Huruf B, Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, sepertinya tiada arti kalau tidak ada tindakan nyata dari aparat hukum.
Ancaman sanksi pidana bagi pelaku illegal logging yakni hukuman penjara maksimum 15 tahun serta denda maksimum Rp 100 miliar, ini tidak menjadi gangguan bagi para pembalak kayu liar di wilayah Labura itu menghentikan aktivitasnya. Meski sanksi itu bisa dibilang cukup berat, namun fakta di lapangan penegakan hukum pidana terhadap pelaku illegal logging ini belum dilakukan dengan maksimal.
Hingga Berita ini ditayangkan, Inisial BD.S, belum dikonfirmasi ulang oleh awak media, dan awak media ini akan melakukan konfirmasi ulang untuk pemberitaan selanjutnya, agar pemberitaan selanjutnya lebih berimbang dan tidak tendensius
Bersambung …
(Tim***)










