Mentengnews.com – Pekanbaru – Di era keterbukaan informasi saat ini, masih saja ada oknum pegawai pemerintah berupaya menghalang – halangi wartawan untuk meliput berita.
Seperti yang dialami dua wartawan yang bertugas di wilayah Provinsi Riau saat melaksanakan tugas jurnalistik di kantor Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kota Pekanbaru, Senin 5 Februari 2024 pukul 11.45 WIB.
Diduga Oknum pegawai Disnaker Pekanbaru berinisial SS berupaya menghalangi tugas wartawan, berdalih bahwa wartawan yang meliput disana (Disnaker Pekanbaru) harus ada izin pimpinan.
Diungkapkan Wahyu, wartawan online ini mengungkapkan, bahwa dirinya bersama Edi (wartawan online) yang bernaung di organisasi pers (Solidaritas Pers Indonesia) meliput mediasi antara pekerja K.SPSI F.SP NIBA A.G.N dengan K.SPSI F.SP SPSI NIBA Tengku Darwin di ruang rapat Disnaker Kota Pekanbaru.
“Saya meliput setelah mendapat informasi bahwa akan ada mediasi,” ungkap Wahyu.
Namun, lanjut Wahyu ia malah tidak diperbolehkan mengambil gambar dan video saat proses mediasi oleh SS diduga menjabat Sub Koordinator Pengupahan Jaminan Sosial, Tenaga Kerja dan Organisasi Pekerja yang diduga saat itu menjadi mediator. Parahnya lagi, sebelum mengambil visual, oknum tersebut tidak memperbolehkan dirinya mengambil video mediasi antara 2 serikat pekerja karena harus dapat izin dari pimpinan.
“Bapak dari media? tidak boleh ambil gambar dan video. Karena harus izin pimpinan” ucap Ptr oknum pegawai Disnaker Pekanbaru itu.
Kaget tidak diperbolehkan meliput visual mengambil gambar dan video, Wahyu balik mempertanyakan kepada oknum tersebut, atas dasar apa yang melarang awak media meliput mediasi tersebut.
“Malah dia (Ptr) justru mengatakan kami ada kode etik harus atas izin pimpinan baru boleh wartawan masuk meliput mengambil gambar dan video.” cetus Wahyu yang juga Kepala Bidang Organisasi DPP Solidaritas Pers Indonesia ini.
Parahnya lagi, lanjut Wahyu, Ptr oknum pegawai Disnaker Kota Pekanbaru ini meminta wartawan untuk menunggu izin pimpinan masuk keruangan guna meliput rapat kepada wartawan. Namun hingga selesai mediasi serikat pekerja tersebut dilaksanakan, jangankan masuk ke ruang rapat, wartawan tetap tidak dibolehkan dapat meliput diruangan dan melarang mengambil foto atau video mediasi saat berlangsung.
“Kan aneh, kalau wartawan harus menunggu izin pimpinan” tukas Wahyu.
Terlihat pintu ruang rapat dijaga ketat oleh oknum pekerja Disnaker Pekanbaru, dan bertugas tidak memperbolehkan wartawan masuk sesuai perintah mediator didalam ruang rapat.
Terkait itu, Ketua Bidang Organisasi DPP Solidaritas Pers Indonesia , Wahyu Anda Ris angkat bicara terkait insiden tersebut.
“Sejak kapan wartawan harus menunggu izin pimpinan instansi untuk meliput suatu kegiatan yang seharusnya transparansi demi publikasi yang benar dan akurat. Selain itu, undang-undang mana yang menyebutkan wartawan tidak bisa mengambil gambar atau video dan data saat mediasi antara 2 serikat pekerja ” tukas Wahyu.
Ketua Umum DPP SPI Suriani Siboro mempertanyakan kinerja Disnaker Kota Pekanbaru, “kenapa bisa ada 2 putusan dikeluarkan untuk 2 kubu yang diterbitkan di lokasi yang sama”
Hingga mediasi tersebut selesai dilaksanakan, terlihat putra keluar dari ruang mediasi, wartawan menghampiri dan menanyakan bagaimana hasil mediasi tersebut, akan tetapi Ptr tetap enggan memberikan informasi tersebut.
Diterangkan Wahyu, oknum pegawai Disnaker Kota Pekanbaru tersebut, diduga melanggar pasal 18 ayat (1) UU Pers dengan bunyi, setiap orang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat dan menghalangi pelaksanaan ketentuan pasal 4 ayat 2 dan 3, diancam pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak 500 juta.
“Tindakan oknum tersebut merupakan bentuk menghalang-halangi tugas dan pokok jurnalis. Jika oknum tersebut menghalangi tugas wartawan, dia dapat dikenakan UU Pers,” pungkas wahyu.
Ketua Umum DPP Solidaritas Pers Indonesia (SPI) Suriani Siboro meminta Pj.Walikota Pekanbaru Muflihun S.STP., M.AP untuk mengevaluasi kinerja Disnaker Kota Pekanbaru.
Rilis DPP SPI
Liputan : Wahyu