Mentengnews.com – Meranti – Riau :
Dua tahun lalu, Desi Triyani susuri jalanan setapak yang dipenuhi lumut, semak belukar, dan batuan menuju perkampungan Suku Akit. Tujuannya tak muluk, hanya mengajak anak-anak Suku Akit untuk menempuh pendidikan dasar.
Saat itu, Desi baru beberapa hari menjabat sebagai Kepala Sekolah Dasar Negeri 8 Desa Tenan, Kecamatan Tebing Tinggi Barat, Kabupaten Kepulauan Meranti. Ia harus dihadapkan pada realita bahwa banyak anak-anak Suku Akit yang berhenti di Tengah jalan saat menempuh pendidikan dasar.
Persentase anak-anak Suku Akit yang putus sekolah saat itu mencapai 25%. Mimpi mereka terkubur dalam rentang waktu yang beragam, ada yang baru 6 bulan tak menjejak bangku kelas, ada pula yang sudah lama merana. Saat itulah Desi bersama guru lainnya langkahkan kaki ke rumah-rumah Suku Akit, menjemput satu per satu anak yang terjerat dalam putus sekolah.
“Target awal saya disini mengentaskan anak putus sekolah,”
Mulanya, ia sebut dapatkan penolakan. Setelah lakukan pendekatan persuasif dan edukasi berkali-kali kepada Suku Akit, akhirnya mereka terbuka dan mempersilahkan anaknya untuk bersekolah.
Tak berhenti disana, perempuan berusia 47 tahun tersebut masih gencarkan penjemputan bola bagi anak-anak Suku Akit yang menunjukkan tanda-tanda akan berhenti sekolah.
“Sekarang yang menjadi PR [Pekerjaan Rumah] kami itu konsistensi,” tambah Desi.
Ketika anak Suku Akit tidak masuk sekolah selama tiga hari berturut-turut, ia lakukan penjemputan ke rumah mereka bersama guru lainnya. Desi sampaikan alasan anak-anak Suku Akit akhirnya putus sekolah.
Pertama, faktor tradisi. Orang tua Suku Akit uang dahulu tidak mendapatkan pendidikan, membuat mereka memperlakukan anak mereka saat ini sama seperti dahulu. Tradisi seperti inilah yang harus diperangi. Kedua, ada faktor ekonomi. Umumnya masyarakat Suku Akit telah mengajak anak mereka yang berusia 9 hingga 10 tahun ke atas untuk bekerja. Putus sekolah pun jadi kenyataan yang harus dialami.
“Dibawa ke hutan, dibawa ke laut [untuk bekerja],” papar Desi.
Upaya Desi masih terus berlanjut. Ia bersama pihak sekolah berusaha keras untuk memastikan anak-anak Suku Akit mendapatkan akses pendidikan yang berkualitas. Salah satu upayanya adalah dengan memperjuangkan beasiswa Program Indonesia Pintar (PIP) bagi anak-anak tersebut. Prosesnya dimulai dari pendataan yang dilakukan oleh sekolah dan diteruskan ke pusat.
Bantuan PIP diberikan kepada anak-anak Suku Akit dengan nominal yang berbeda-beda berdasarkan tingkatan sekolah. Dicairkan setiap tiga bulan sekali, bantuan pun diterima secara bergantian.
Saat ini, ada 18 anak Suku Akit dari total 66 siswa di SDN 8 Tenan yang tengah menempuh pendidikan dasar. Tak hanya itu, ada pula beberapa anak Suku Akit yang telah menyelesaikan jenjang pendidikan dasar di sekolah tersebut. Hal ini menjadi sebuah pencapaian luar biasa dan bukti nyata dedikasi Desi serta seluruh pihak yang terlibat.***