Mentengnews.com – Duri – Bengkalis :
Fungsi Kepala Seksi Ketenteraman dan Ketertiban (Kasi Trantib) di tingkat kecamatan sejatinya adalah ujung tombak dalam menjaga ketertiban umum, menegakkan peraturan daerah (Perda), dan mengawasi aktivitas masyarakat. Tapi bagaimana jika justru orang yang diberi amanah itu memilih tutup mata, telinga – bahkan memblokir awak media?
Ironis, itulah kata yang paling tepat. Dalam pantauan lapangan dan pengaduan warga, Kasi Trantib Kecamatan Bathin Solan justru menunjukkan sederet kelalaian serius yang patut dipertanyakan:
✅ 1. Membiarkan Pelanggaran Perda Merajalela
Tempat hiburan malam ilegal, peredaran minuman keras, aktivitas remaja di bawah umur tanpa izin—semua seolah dibiarkan tanpa tindakan. Bukankah ini bentuk nyata pembiaran yang mencederai fungsi pengawasan?
✅ 2. Lebih Sering di Kantor (atau di Desa?), Ketimbang di Lapangan
Kewajiban patroli dan pemantauan wilayah seharusnya menjadi agenda rutin. Namun, nyatanya, Kasi Trantib lebih sering tidak tampak di lapangan. Ada dugaan bahwa selain menjabat sebagai Kasi Trantib, yang bersangkutan juga merangkap sebagai Pj Kepala Desa di wilayah yang sama. Lalu kapan sempat menjalankan dua fungsi dengan baik?
✅ 3. Koordinasi Lemah, Satpol PP Seolah Tak Digunakan
Pelanggaran terjadi, tapi tak ada koordinasi dengan Satpol PP atau laporan ke atasan? Ini jelas pelanggaran administratif yang berpotensi menumpuk jadi masalah hukum.
✅ 4. Tutup Mata karena “Main Mata”?
Jika ada tempat hiburan malam dibiarkan beroperasi, pertanyaannya sederhana: ada apa? Apakah ada kepentingan pribadi di balik pembiaran? Jika ya, ini sudah masuk kategori penyalahgunaan wewenang. Harus diusut.
✅ 5. Laporan Warga Diabaikan
Beberapa warga mengaku telah menyampaikan keluhan, namun tak kunjung ada respons. Apa gunanya jabatan kalau suara masyarakat dianggap angin lalu?
Lebih miris lagi, saat media mencoba konfirmasi untuk verifikasi dan klarifikasi, Kasi Trantib justru memblokir WhatsApp wartawan. Ini bukan hanya tindakan tidak profesional, tapi juga menghambat fungsi kontrol sosial media sebagai pilar keempat demokrasi.
Jika seorang pejabat publik alergi terhadap pertanyaan dan kritik, lalu kepada siapa lagi masyarakat bisa berharap akan ketertiban?
Satu hal pasti: ketertiban tak bisa dijaga oleh mereka yang tak tertib menjalankan tugas.
(Gul’)