Warisan Bugis “Mappabbitte Manu” yang Menyimpan Semangat Kehormatan dan Kontroversi di Zaman Modern

Terpopuler1613 Dilihat

Mentengnews.com:

Massaung manuk adalah penamaan orang Bugis untuk sebuah permainan yang  dalam bahasa Indonesia berarti sabung ayam. Massaung manuk dahulu hanya dilakukan para raja dan bangsawan Bugis pada pagi atau sore hari untuk memeriahkan pesta-pesta adat seperti: pelantikan raja, perkawinan, dan panen raya. Konon, permainan ini bermula dari kegemaran para raja yang sering mempertarungkan pemuda-pemuda di seluruh wilayah kerajaannya untuk mencari tubarani-tubarani (pahlawan) kerajaan yang akan dibawa ke medan pertempuran.

Tradisi Mappabbitte Manu atau adu ayam jantan menjadi salah satu warisan budaya Bugis yang sarat makna, namun juga menimbulkan perdebatan di tengah arus modernisasi.

Dalam sejarah masyarakat Bugis, Mappabbutte Manu bukan sekadar hiburan atau tontonan semata. Lebih dari itu, tradisi ini merupakan simbol kehormatan, harga diri, dan ketangkasan kaum laki-laki. Di dalamnya tersimpan nilai-nilai keberanian dan strategi hidup, di mana ayam jantan menjadi representasi semangat juang dan kekuatan sang pemilik.

Ayam-ayam yang diikutsertakan dalam tradisi ini dirawat dengan sangat teliti. Para pemiliknya memberikan perawatan khusus, mulai dari pemberian pakan terbaik, memandikan secara rutin, hingga melatih ayam agar tangguh di arena. Pertarungan ayam dianggap bukan hanya pertarungan antar-hewan, tetapi juga pertarungan martabat dan kebanggaan pemiliknya.

Namun, seiring waktu, makna luhur tradisi ini mulai bergeser. Dalam beberapa kasus, Mappabbitte Manu justru disalahgunakan menjadi ajang perjudian dan pertaruhan uang, yang akhirnya menimbulkan persoalan hukum dan sosial di masyarakat. Pemerintah pun menetapkan larangan terhadap praktik ini karena dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai moral dan hukum yang berlaku.

Meski demikian, banyak masyarakat Bugis masih menghormati Mappabbutte Manu sebagai bagian dari identitas budaya dan sejarah leluhur. Tradisi ini kini lebih dilihat sebagai warisan nilai — bukan untuk dihidupkan kembali dalam bentuk pertarungan, tetapi sebagai refleksi atas semangat juang, keberanian, solidaritas, dan kehormatan yang diwariskan turun-temurun.

Kini, Mappabbitte Manu menjadi simbol perjalanan budaya yang mengalami perubahan seiring zaman. Tradisi boleh bergeser, namun jiwa dan nilai yang terkandung di dalamnya tetap hidup dalam sanubari orang Bugis sejati.

(Rls/Red)

banner 500x130

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *