Mentengnews.com – Pekanbaru:
Pasal 14 UUD 1945 mengatur kewenangan presiden dalam memberikan Grasi, Amnesti, Abolisi, dan Rehabilitasi, dengan memperhatikan pertimbangan dari Mahkamah Agung (MA) untuk Grasi dan Rehabilitasi, serta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk Amnesti dan Abolisi.
Secara spesifik, ayat (1) mengatur Grasi dan Rehabilitasi dengan pertimbangan Mahkamah Agung (MA), sedangkan ayat (2) mengatur amnesti dan abolisi dengan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Berikut penjelasannya -Ayat (1) Presiden memberikan grasi (pengampunan pidana) dan rehabilitasi (pemulihan hak) dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung (MA).
-Ayat (2): Presiden memberikan amnesti (penghapusan pidana dan tuntutan) dan abolisi (penghapusan proses hukum) dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Penting : Pasal 14 ini telah mengalami perubahan (amandemen) pada tanggal 19 Oktober 1999, yang sebelumnya hanya menyebutkan “presiden memberi grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi ” tanpa pemisahan pertimbangan Mahkamah Agung (MA) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Amnesti yang diberikan Presiden berkaitan dengan pengampunan pidana untuk sekelompok orang atas kejahatan politik yang bertujuan meredakan konflik, membangun perdamaian, atau rekonsiliasi nasional, menghapus seluruh akibat hukum pidana dari perbuatan tersebut, dan harus mendapat pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Ini adalah hak prerogatif presiden yang diatur UUD 1945 Pasal 14 dan UU Darurat No. 11 Tahun 1954, berbeda dengan abolisi yang hanya menghentikan penuntutan.
Sejarah membuktikan presiden sebelumnya seperti Soekarno: Memberikan amnesti kepada pengikut DI/TII, PRRI, dan Permesta.
Habibie: Memberikan amnesti kepada aktivis reformasi seperti Sri Bintang Pamungkas.
SBY: Memberikan amnesti kepada anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
(Munawir Mattareng)













